Napak Tilas Kemerdekaan Belajar Mengajar, Menjadikan Pesantren sebagai Kluster Ketahanan Pangan Nasional dan Dunia
Oleh : Uung Ibnu Shobari (UIS)
Co-Founder Majelis Konsorsium Madeenah Indonesia
Mudeerul ‘Amm Ponpes Model Noor El-Madeenah
Sekjen FSPP Kabupaten Pandeglang
Ketua Kopsyah MUI Kabupaten Pandeglang
Waketum STMJ Nasional – Santri Tani Milenial Jayabinangun
Ketua DPC Insan Tani dan Nelayan Indonesia (INTANI) Pandeglang
Apa sesungguhnya nilai-nilai kemerdekaan itu ? Penulis sengaja mengetengahkan pertanyaan di awal artikel ini, agar catatan dasar dalam memahami judul dan sub-judul di atas berkesesuaian dengan keadaan nyata di tubuh bangsa ini. Apakah juga baik-baik saja dan benar-benar merdeka yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia, bahwa sesuai dengan data otentik dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan tahun 2025 diperkirakan mencapai lebih dari 284,4 juta jiwa. Angka populasi yang sangat fantastis naik setiap tahunnya ini setidaknya harus sebanding dengan nilai-nilai kehidupan berdasarkan Pancasila dan UUD 45 sebagai pondasi beragama, berbangsa dan bernegara.
Kemerdekaan merupakan keadaan suatu bangsa atau negara yang pemerintahannya diatur oleh bangsanya sendiri tanpa intervensi pihak asing. Kemerdekaan suatu negara erat kaitannya dengan kedaulatan terhadap wilayah teritorial negara. Makna semua itu terpatri dalam logo 80 Tahun Indonesia Merdeka – Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera dan Indonesia Maju. Ini berarti ada keleluasaan, kebebasan dan berkedaulatan di tangan rakyatnya sendiri sebagai bangsa yang menjunjung tinggi satu kesatuan serta mampu mensejahterakan rakyatnya guna mencapai Indonesia yang maju atas hasil pencapaian setiap tahunnya. Kata merdeka ala santri yang sengaja Kolumnis sitir dalam judul ini, bahwa pemaknaannya terdapat dalam tatanan pembelajaran yang dengan tegas telah dibuktikan di entitas Pondok Pesantren di Indonesia sebelum Indonesia merdeka, yaitu kedaulatan dan kebebesan hingga kami memaknai KBM adalah Kebebasan Belajar Mengajar bukan lagi Kegiatan Belajar Mengajar.
Catatan Penting Merdeka Ala Santri Model di Kampung Santri
Masih dalam cakupan pemaknaan merdeka yang kerap kali disalahartikan di Pesantren, bahwa santri tidak mendapatkan kebebasan / kemerdekaan sebagaimana peserta didik pada umumnya dengan hanya karena para santri ada dalam pengawasan yang ketat dan kendali sistem 24 jam terjaga dan dipertanggungjawabkan segalanya. Hasil pendekatan empiris Kolumnis dalam memaknai Merdeka ala Santri Model, juga kembali menjadi sorotan tak biasanya. Disinyalir selama ini ada dikotomi antara Santri Salafiyah, Santri Modern dan Santri Terpadu, maka dengan ini sebuah nilai ijtihad untuk menjadikan 3 (tiga) kategori tersebut menjadi stigma baru bahwa Santri itu Moderat, Integratif dan Salafussholeh (MODEL, red.) menjadi satu kesatuan yang utuh sebagaimana kita memahaminya terhadap hal-hal pokok kesantrian harus bersifat universal dan inklusif, sehingga nilai-nilai kemerdekaan mampu menumbuhkan kedautan santri yang sesungguhnya dengan tetap tunduk patuh – sami’naa wa atho’naa terhadap Qanoon / Annidzom / Tatib yang ada di Pondok Pesantren.
Bukti nyata keberpihakan entitas Pondok Pesantren dimana pun berada, telah, tengah dan akan selalu dilaksanakan oleh banyak forum dan wadah-wadah komunitas yang konsen terhadap pemberdayaan ummat / masyarakat pada umumnya. Ini semua telah dijamin Undang-undang Pesantren dan telah juga memiliki legal standing yang diwakili di Majelis Masyayikh (MM) dengan sejumlah 9 (sembilan) anggota Ahlul Halli Wal ‘Aqdi sebagai wadah konsultasi resmi entitas Pondok Pesantren mewakili negara.
Pendekatan Persuasif Nilai-nilai Kemerdekaan Diukur dengan Program Ketahanan Pangan Nasional dan Dunia
Presiden RI Prabowo Subianto, merupakan sosok Presiden ke-8 yang getol menggelontorkan bahwa salah satu program unggulan bangsa tercinta ini adalah ketahanan pangan (ketapang, red.). Dilansir dari berita Tempo - 5 Juni 2025, bahwa ada 11 program prioritas Presiden RI berdasarkan anggaran kebutuhan APBN, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG): Rp 121 triliun, Program 3 juta rumah melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP): Rp 41,88 triliun, Koperasi Desa Merah Putih: Rp 200 triliun, Sekolah Rakyat: Rp 11,6 triliun, Sekolah Unggul Garuda: Rp 2 triliun. Rehabilitasi sekolah: Rp 19,5 triliun, Cek Kesehatan Gratis (CKG) atau Pemeriksaan, Kesehatan Gratis (PKG): Rp 3,4 triliun, Penuntasan tuberkulosis (TBC): Rp 1,5 triliun, Pembangunan rumah sakit berkualitas: Rp 1,7 triliun, Lumbung pangan: Rp 23,6 triliun, Pembangunan bendungan dan irigasi: Rp 20,5 triliun.
Catatan penting di atas berdasarkan analisis empiris Kolumnis (yang juga pelaku teknis di lapangan bidang ketapang, red.) merupakan sebuah gambaran keberanian Prabowo di bidang lumbung pangan dengan nilai khusus Rp. 23.6 triliun guna membuktikan bangsa Indonesia harus kembali menjadi negara swasembada pangan nasional, bahkan harus kembali menjadi Ekporter beras ke mancanegara dengan proper valued achievement yang mendunia. Ini dibuktikan oleh Prabowo dengan mengunci ketetapan harga beli gabah dari petani HPP-nya Rp. 6.500,- dengan target 3jt ton bisa dilampaui oleh bangsa Indonesia, bahkan lebih sebagaimana laporan akhir Menteri Pertanian RI "Stok beras kita sekarang lebih dari 4 juta ton, tertinggi dalam 57 tahun. Dulu pernah mencapai 3 juta ton pada 1984," kata Amran dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/6/2025), seperti dilansir Antara. Alhamdulillah, berdasarkan hasil kerja sama para santri yang tergabung di STMJ Nasional dengan Bulog Pusat pun hingga bulan April 2025 mampu berkontribusi kurang lebih dari 500 ton gabah yang dikawal secara ketat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Santri bisa, santri merdeka dan santri hadir untuk negara.
Nilai kemerdekaan secara persuasif dari program ketapang, khususnya di kalangan para santri dan entitas Pondok Pesantren tidak akan jauh bagaimana kebutuhan dasar untuk memandirikan tatakelola kebutuhan pangan tercukupi dengan baik. Dalam kurun waktu satu semester ke belakang, saking merasa terpanggilnya dalam menjawab tantangan Presiden tumbuhlah para generasi muda di kalangan Pesantren mendirikan Santri Tani Milenial Jayabinangun (STMJ, red.) yang berpusat di Nganjuk Gresik Jawa Timur berdasarkan hasil pantauan dan bukti riset sederhana salah satunya di Kampung Santri Madeenah Indonesia – Ponpes Model Noor El-Madeenah, Cijantung, Bojong, Pandeglang diketemukan secara otomatis bahwa program kesantrian berbasis pendekatan kemasyarakatan berbasis agro / pertanian adalah bukti peran semua pihak yang juga mengedepankan asas kemerdekaan yang sesungguhnya, maka lahirlah dari pelbagai lintas kelembagaan terlahir Santri Enterpreneur (SAE) Madeenah Indonesia, Kader Ulamapreneur MUI Pandeglang (KAULAMUDA), Mahasantri Milenial Mandiri (M3) FSPP Pandeglang, serta Sahabat Kelompok Tani Madeenah (SAKTAH) yang bekerja sama secara intensif dengan Poktan-poktan yang ada bersama PPL setempat.
Upaya kecil ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi proses semua itu terjawab dengan waktu hingga terjadilah kontrak resmi antara BUMDES Bojong, Pandeglang bersama Ponpes Model Noor El-Madeenah (NORMA) dalam implementasi program ketapang menanam jagung guna membuktikan bahwa hasil pendekatan persuasif kekuatan dan prosfek program Nasional dalam ketahanan pangan terbukti dengan sendirinya. Bukan tidak percaya, bahwa atas rekomendasi STMJ Nasional yang juga kolumnis adalah salah satu Waketumnya, kini Kampung Santri di Cijantung, Bojong, Pandelang, Banten mendapatkan pengakuan menjadi salah satu badan resmi P4S (Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya) dibawah Kementrian Pertanian RI dengan nama Laboratorium Pertanian Terpadu Kampung Santri - LAB TANDUKASI berdasarkan SK Nomor Sertifikat Klasifikasi : 17615/1/06/2025. Merdeka, berarti berdaulat dan harus mampu menunjukan kemandirian dari apa yang kita mampu dan kita miliki untuk terus mengabdikan diri, dengan konsep dasar kembali terhadap ajaran-ajaran Islam yang rahmatan lil’aalamin.
Mengapa Santri Harus Merdeka dari Beban Kebutuhan Dasar Pangan ?
Ini luar biasa jika harus dikupas tuntas, data otentik kebutuhan Pondok Pesantren yang di dalamnya terdapat santri, jema’ah, dewan guru dan masyarakat sekitar tidak akan lepas dari kebutuhan pokok pangan yang jelas-jelas setiap saat membutuhkan pasokan sembako (sembilan kebutuhan pokok). Hadirnya program prioritas MBG – Makan Bergizi Gratis yang jelas telah dianggarkan oleh negara Rp. 121 triliun wajib untuk dibuktikan secara komprehensif bukan saja sebuah slogan yang akhrinya menjadi buah simalakama – mubadzir, otokritik kolumnis berdasarkan data di lapangan bahwa serapan program ini menjadi daya tarik para Investor / Pemodal yang dikhawatirkan unsich hanya berpikir business minded tanpa tolak ukur keberpihakan semua pihak. Walaupun ada saja fakta di lapangan sedikit banyak kisruh dengan isu, tanpa konfirmasi dan hal-hal yang membuat MBG ini seolah jadi beban. Sisi lain program baik ini telah menjadi acuan dan harapan pasokan makanan bergizi yang dijamin oleh negara guna melahirkan generasi emas di kemudian hari, asalkan semua memiliki peran yang mandiri, amanah, tangguh, akuntabel dan profesional (MANTAP).
Kalimat merdeka dari beban kebutuhan dasar pangan, khususnya di kalangan Pondok Pesantren yang di dalamnya ada para santri, guru serta jema’ah tentu setidaknya pasokan ketersedian stok pangan menjadi peluang yang berkelanjutan dari apa yang pemerintah inginkan. Ini semua harus dibuktikan juga oleh semua pihak yang mampu mendorong tatakelola pasokan pangan mulai dari kebutuan nabati dan hewani di kawasan Pondok Pesantren, yaitu dengan berkebun varietas hortikultura, umbi-umbian, kacang-kacangan, memelihara ayam kampung dan atau ayam potong plus ayam petelur, juga berbudidaya ikan tawar yang tidak rentan kematian seperti ikan lele dan jenis lainnya berdasarkan kebutuhan harian. Solusi terbaik ini, juga telah banyak dicontohkan oleh Pondok-pondok Pesantren yang memiliki basis lahan yang cukup, artinya ketersediaan produk minimal untuk ketahanan pangan bisa diantisipasi dengan tidak selalu beli ke pihak luar, melainkan beli ke produk internal hasil panen Pesantren itu sendiri.
Sisi lain, 80 tahun Indonesia merdeka dengan capaian rentang waktu tinggal menunggu dua dasawarsa ke tahun Indonesia Emas 2045 tentu tidak begitu saja terjadi tanpa mempersiapkan diri dari segala tantangan yang semakin menantang zaman. Bagaimanapun tidak, solusi terbaik untuk keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu mampu menunjukan kepada bangsa-bangsa lainnya bahwa Indonesia layak diperhitungkan di pentas dunia Internasional mampu menjawab secara proporsional menjadi salah satu negara swasembada pangan. Belum lagi masa dan kesempatan bonus demografi dunia, tepatnya pada tahun 2035 merupakan batu loncatan bagi generasi Indonesia untuk mengisi kantong-kantong pekerjaan produktif di segala bidang.
Dalam catatan kurun waktu mendekati 1 (satu) tahun kabinet merah putih dibawah kendali Presiden Prabowo dan Wapres Gibran, setidaknya ada gebrakan dari Kementrian Agama RI bahwa berdirinya Dirjen Kepesantrenan merupakan peluang bagi pihak Pondok Pesantren untuk bisa lebih bijak lagi untuk difahami, bahwa kehadiran negara terhadap program-proram pemberdayaan kemasyarakatan juga terpaut dekat di Kampung-kampung santri pada umumnya. Namun, bukan juga berarti pasif seolah hanya menunggu program pemerintah melainkan kudu ada sifat pemberani bagi kalangan Kyai, Tetuan Guru, Ustadz dan Ulama untuk memastikan keberpihakannya dalam rangka menopang program ketahanan pangan nasional secara massif.
Napak tilas Kemerdekaan Belajar Mengajar (KBM), menjadikan Pondok Pesantren sebagai kluster ketahanan pangan nasional dan dunia tidak semata hanya tulisan dan pepesan kosong yang tidak dilirik oleh negara, melainkan ini sebuah titipan Ummat bahwa kemerdekaan ke-80 jangan disia-siakan hanya karena ada para penjajah baru yang menggerogoti warganya sendiri tanpa ada kedaulatan rakyat, dengan disinyalir masih banyak perlakuan-perlakuan di luar nalar hukum yang belum berimbang, utamanya dengan kasus demi kasus korupsi yang terus mencuat menjadi sebuah ketimpangan dan memerlukan keadilan hukum. Catatan akhir kolumnis, “ kita tidak akan pernah merasa merdeka apapun itu pialanya. apabila negara masih mau berbisnis dengan rakyatnya.” (oenkmms4725).